Halaman Artikel
Danakerta, Banjarnegara – Di lereng perbukitan Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, sebuah desa kecil bernama Danakerta diam-diam menyimpan kisah sukses yang luar biasa. Warganya menyebutnya Emas Merah, bukan karena logam mulia, melainkan karena buah jambu air varietas unggulan yang berhasil mengangkat taraf hidup para petani: Jambu Citra Arum.
Inovasi pertanian ini tak lepas dari peran seorang tokoh lokal, Latifuddin, yang memulai langkah berani pada tahun 1999. Saat petani lain tetap menggantungkan hidup dari buah duku yang telah lama menjadi primadona, Latif nekat menanam varietas jambu air yang kala itu terdengar asing di telinga warga desa.
Tak mudah. Cemoohan dan penolakan jadi santapan sehari-hari. Namun dengan ketekunan dan visi yang kuat, Latif terus merawat pohon-pohon jambunya yang bibitnya ia datangkan dari Kabupaten Demak. Hasilnya mulai terlihat, dan hari ini, setelah 24 tahun berlalu, Desa Danakerta tak lagi sama.
Latif kini mengelola lebih dari 800 pohon Jambu Citra. Dari satu pohon berusia di atas 10 tahun, ia bisa memanen hingga 4 kwintal buah dengan harga jual yang mencapai Rp14 ribu per kilogram. Sebuah angka yang cukup membuat banyak petani melirik komoditas ini sebagai masa depan pertanian mereka.
Tak hanya itu, Latif juga dikenal sebagai penggerak komunitas. Ia membagikan bibit secara gratis dan tak pelit ilmu kepada petani lain. “Bibit jambu saya kasih gratis, ilmunya juga saya bagikan,” ujar Latif, yang kini juga menjalankan usaha dagang buah bernama Citra Express.
Hasil dari jerih payahnya sungguh luar biasa. Ia kini memiliki lahan sendiri seluas lima hektar dan menyewa lahan tambahan untuk pengembangan komoditas pertanian lainnya seperti durian, alpukat, dan manggis.
Langkah Latif menginspirasi puluhan petani lain di Kecamatan Punggelan, Rakit, hingga Purbalingga. Kini, ratusan hektar lahan di kawasan ini berubah menjadi kebun jambu air yang produktif dan menguntungkan.
Lebih dari sekadar angka panen, geliat pertanian Jambu Citra juga berdampak pada sosial ekonomi masyarakat. Pemuda desa yang sebelumnya enggan terjun ke pertanian, kini justru bersemangat mengelola kebun. Mereka membuktikan bahwa bertani bukan lagi pekerjaan yang dipandang sebelah mata. Dengan pendekatan modern, pengelolaan pertanian pun jadi lebih efisien dan menguntungkan.
Tak hanya meningkatkan pendapatan, hadirnya pertanian Jambu Citra juga menyerap banyak tenaga kerja lokal. Anak-anak muda lulusan SMP hingga SMA tak ragu untuk ikut terlibat dalam proses budidaya, mulai dari menyemprot tanaman hingga mengangkut pupuk kandang.
Latif pun menjaga agar Jambu Citra Danakerta tetap eksklusif. Untuk menjaga kualitas dan nilai jual, ia hanya menjual bibit dalam jumlah terbatas, dan menolak pesanan besar dari luar desa demi mencegah monopoli oleh pemilik modal besar.
Kini, buah yang dulunya diragukan, telah menjelma menjadi simbol kemajuan. Jambu Citra bukan hanya buah biasa, tetapi juga harapan, identitas, dan sumber kehidupan. Tak berlebihan jika warga menyebutnya sebagai Emas Merah dari Danakerta—sebuah bukti bahwa pertanian, jika dikelola dengan tekad dan inovasi, bisa menjadi jalan menuju kesejahteraan.
/Ken78