Halaman Artikel
Danakerta ID, Banjarnegara - Desa Danakerta, sebuah komunitas yang kini berdiri tegak dengan segala kemajuan, menyimpan narasi sejarah yang kaya dan berlapis. Dari legenda kuno yang diselimuti kabut waktu hingga pembentukan administrasi modern, kisah Danakerta adalah cerminan kegigihan sebuah komunitas dalam mengubah hutan belantara menjadi tanah harapan yang sejahtera.
Akar Legenda : Kisah Pelarian di Abad ke-15 dan Jejak Spiritual
Jauh sebelum nama Danakerta tercatat secara resmi, akarnya telah tertanam pada abad ke-15, di tengah gejolak politik kerajaan-kerajaan di Jawa. Menurut cerita lisan yang diwariskan turun-temurun, asal-usul komunitas di wilayah ini bermula dari Minak Koncar, seorang bangsawan dari Kerajaan Lamajang (Lumajang).
Kala itu, Minak Koncar beserta para pengikut setianya terpaksa melarikan diri untuk menghindari ancaman dari Adipati Minak Jinggo, penguasa Blambangan yang kuat dan ditakuti. Dalam perjalanan sulit, rombongan ini menembus berbagai rintangan, termasuk hutan-hutan lebat yang belum terjamah.
Akhirnya, mereka tiba di sebuah kawasan hutan belantara yang dianggap aman untuk berlindung dan memulai hidup baru. Wilayah hutan inilah yang kemudian mereka beri nama "Wono Kerto." Nama ini berasal dari bahasa Jawa Kuno, di mana "Wono" berarti hutan, dan "Kerto" (dari kata Kerta Raharja) bermakna aman, tertib, dan sejahtera. Dengan demikian, "Wono Kerto" adalah sebuah doa dan harapan: sebuah hutan yang kelak akan membawa kesejahteraan dan ketertiban bagi penghuninya. Para pengikut Minak Koncar inilah yang diyakini menjadi cikal bakal penduduk pertama di wilayah tersebut.
Selain legenda Minak Koncar, terdapat pula kisah lain mengenai asal-usul nama Danakerta yang berakar pada jejak penyebaran agama Islam. Menurut sumber lokal, nama "Danakerta" juga diyakini berasal dari peristiwa spiritual yang dialami oleh seorang tokoh bernama Mbah Sunan. Diceritakan bahwa Mbah Sunan, saat beristirahat di bawah pohon bambu di tepi sawah yang kering, menemukan berkah berupa uang dan makanan. Ketika ia membutuhkan air untuk berwudu dan kehausan melanda desa, Mbah Sunan mengibaskan sorbannya ke tanah dan pohon bambu, hingga air melimpah ruah. Dari peristiwa ini, muncul keyakinan bahwa desa tersebut tidak akan kekurangan air dan masyarakatnya akan sejahtera serta terhindar dari kesengsaraan. Nama "Danakerta" kemudian diinterpretasikan sebagai gabungan dari kata "Dana" (uang dan makanan sebagai berkah) dan "Sukerta" (kesengsaraan atau musibah yang lenyap), sehingga berarti "dana yang menghilangkan kesengsaraan" atau "kemakmuran yang membawa ketenteraman". Sumur yang melimpahkan air tersebut hingga kini dikenal sebagai Sumur Wali dan menjadi situs bersejarah yang dihormati.
Era Perintisan dan Berdirinya Desa Secara Resmi
Selama berabad-abad, komunitas di "Wono Kerto" hidup dan berkembang secara perlahan. Mereka membuka lahan, mendirikan permukiman sederhana, dan hidup dari hasil alam. Meskipun komunitas telah terbentuk, belum ada struktur pemerintahan desa yang formal; kepemimpinan masih bersifat informal dan didasarkan pada kharisma para tetua adat.
Seiring berjalannya waktu dan evolusi dialek masyarakat setempat, nama "Wono Kerto" secara perlahan berubah menjadi "Danakerta."
Titik balik penting dalam sejarah desa terjadi pada era kolonialisme Hindia Belanda. Pada tahun 1912, Desa Danakerta secara de facto telah terbentuk. Namun, pemerintah kolonial baru secara resmi mengakui keberadaan permukiman ini dan menetapkannya sebagai sebuah entitas desa administratif pada tahun 1916. Meski demikian, secara resmi Desa Danakerta baru benar-benar terbentuk pada tahun 1920 dan tahun inilah yang kemudian dicatat sebagai tahun berdirinya Desa Danakerta secara resmi, menandai masuknya desa ke dalam tatanan administrasi modern.
Pembentukan Pemerintahan Desa di Masa Penjajahan Jepang
Meskipun telah diakui sebagai pemerintahan desa sejak 1920, struktur kepemimpinan formal seperti Kepala Desa belum sepenuhnya terbentuk. Sistem pemerintahan masih berjalan sederhana di bawah pengawasan pemerintah kolonial.
Perubahan signifikan terjadi pada masa pendudukan Jepang (1942-1945). Untuk mempermudah kontrol dan mobilisasi rakyat, pemerintah militer Jepang membentuk struktur pemerintahan hingga ke tingkat desa di seluruh wilayah jajahannya. Pada masa inilah untuk pertama kalinya Desa Danakerta memiliki seorang pemimpin desa yang formal, yang saat itu disebut dengan berbagai istilah sebelum akhirnya dikenal sebagai Kepala Desa. Pembentukan jabatan ini menjadi tonggak penting dalam sejarah pemerintahan Desa Danakerta.
Struktur Wilayah dan Perkembangan Masa Kini
Setelah kemerdekaan Indonesia, Desa Danakerta terus berbenah dan menata diri. Untuk mengefektifkan administrasi dan pelayanan kepada masyarakat yang terus berkembang, wilayah Desa Danakerta dibagi menjadi lima dusun, yaitu:
Dusun Brak : Konon, nama "Brak" berasal dari kata "barak" atau "brak," yang merujuk pada area persinggahan atau tempat beristirahat para penebang kayu atau pengembara di masa lampau. Wilayah ini kemungkinan menjadi tempat pembangunan gubuk-gubuk sederhana untuk bermalam sebelum melanjutkan perjalanan atau aktivitas di hutan.
Dusun Kandangserang : Nama "Kandangserang" dipercaya berasal dari gabungan kata "kandang" (tempat hewan ternak) dan "serang" (mungkin merujuk pada area luas atau tempat yang sering digunakan untuk kegiatan bersama). Legenda menyebutkan bahwa wilayah ini dulunya merupakan tempat penggembalaan hewan ternak yang luas atau lokasi di mana banyak hewan liar sering berkumpul.
Dusun Danakerta : Dusun ini merupakan inti dari Desa Danakerta. Dulunya, dusun ini dikenal dengan nama Danakerta Krajan, di mana "krajan" berarti pusat pemerintahan atau ibu kota desa. Penambahan "Krajan" ini menegaskan bahwa Dusun Danakerta adalah lokasi awal berdirinya permukiman dan menjadi pusat administrasi serta kegiatan sosial-ekonomi desa sejak awal pembentukannya.
Dusun Cibungur : Nama "Cibungur" berasal dari bahasa Sunda, di mana "Ci" berarti air atau sungai, dan "Bungur" merujuk pada jenis pohon. Nama ini sangat mungkin terinspirasi dari keberadaan sungai atau sumber air yang dulunya dikelilingi oleh rimbunan pohon bungur di wilayah ini. Lebih dari sekadar penamaan geografis, keberadaan Sumur Wali menjadi bukti kuat akan nilai historis dan religius dusun ini. Sumur yang kini dilindungi rimbunan pohon bambu ini diyakini oleh para sesepuh sebagai tempat seorang wali menyebarkan ajaran agama Islam di masa lampau. Hingga kini, Sumur Wali tetap menjadi situs yang dihormati dan memiliki nilai religi yang sangat kuat bagi masyarakat setempat.
Dusun Domas : Asal-usul nama "Domas" diselimuti berbagai interpretasi dan legenda. Salah satu pandangan mengaitkannya dengan "dom" (seribu) dan "mas" (emas), yang menyiratkan harapan akan kemakmuran dan kekayaan berlimpah. Interpretasi lain merujuk pada keberadaan punden atau situs kuno, yang didukung oleh banyaknya bebatuan tua yang ditemukan di daerah tersebut, mengindikasikan jejak peradaban masa lampau. Sejarah lisan juga mengisahkan tentang Putri Domas, seorang bangsawan yang pernah bermukim di dusun ini dan menikah dengan warga setempat. Konon, Putri Domas memiliki kekayaan tanah yang melimpah, dan sebagian besar darinya kini menjadi tanah bengkok desa yang sangat luas dan subur, memberikan kontribusi signifikan bagi kesejahteraan masyarakat Danakerta hingga saat ini.
Pembagian ini mencerminkan pertumbuhan populasi dan perluasan wilayah permukiman yang berasal dari satu titik pusat di hutan "Wono Kerto" dahulu kala.
Sebuah Warisan Harapan dan Kesejahteraan
Dari sebuah hutan tempat berlindung, menjadi komunitas perintis, hingga kini menjadi sebuah desa yang terstruktur, Desa Danakerta adalah bukti nyata dari semangat gotong royong, ketekunan, dan harapan. Nama "Danakerta" yang merupakan evolusi dari "Wono Kerto" dan kisah spiritualnya terus hidup, bukan hanya sebagai identitas, tetapi juga sebagai pengingat akan warisan sejarahnya: sebuah perjalanan untuk mewujudkan kesejahteraan dari rahim hutan belantara.
Sumber Sejarah :
- - RPJMDes Desa Danakerta 2020-2025
- - Profil Desa Danakerta
- - Suyitno, Sekretaris Desa Danakerta
- - Asal Usul Nama Desa Danakerta, Punggelan, Banjarnegara